Jakarta, hariannet.co.id- Muhamad Ali, S.H., M.H merupakan Direktur Keuangan di Independen Pembela Rakyat Indonesia ( IPRI ) Law Institute yang juga aktif di organisasi kemasyarakatan dan keagamaan menyoroti revisi Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 Perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Belum lama ini IPRI Law Institute sebuah lembaga pendidikan non formil dibidang hukum, mengadakan acara Diskusi Publik dengan Para Pakar Hukum pada tanggal 6 Februari 2025 di Hotel Grand Orchard Kemayoran Jakarta Pusat.
IPRI Law Institute yang juga sudah terdaftar dan diakui oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan berkedudukan di Jakarta. Beberapa program yang dijalankan oleh IPRI Law Institute diantaranya menyelenggarakan Seminar, Pelatihan, Pendidikan dan Sertifikasi Profesi serta Penelitian di bidang Hukum.
IPRI Law Institute hadir ditengah-tengah masyarakat berlandaskan pada kebutuhan dan permintaan dari masyarakat yang membutuhkan akan hausnya ilmu pengetahuan serta sebagai kapal untuk menghantarkan peserta didik guna mewujudkan cita-cita profesinya dengan cara meningkatkan kemampuan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) yang telah dimilikinya.
Visi:
– Meningkatkan sumber daya manusia yang professional di bidang Profesi Hukum dengan mengedepankan moralitas yang tinggi.
– Menyiapkan sumber daya manusia yang siap terjun ke Masyarakat dengan keterampilan dan pengetahuan yang luas
– Menjadikan sumber daya manusia yang professional dan berintegritas dengan konsep pengetahuan yang luas dan terstruktur.
Misi:
– Menyelenggarakan Pendidikan, Pelatihan dan Penelitian Hukum dengan Pengajar yang unggul.
– Menjalankan Program Pendidikan dan Pelatihan yang efisien dan sesuai dengan perkembangan zaman
– Menjadi wadah dalam meningkatkan keterampilan dan pemikiran guna terciptanya kualitas sumber daya manusia yang unggul dalam bidang hukum.
– Menjalin Kerjasama dengan berbagai pihak untuk dapat berkontribusi dan berbagi pengetahuan dan Pengalaman untuk memperluas pemikiran.
Sepanjang tahun 2024, sejak resmi diluncurkan pada bulan Mei 2024, IPRI Law Institute telah mengadakan berbagai programnya, seperti Pelatihan Hukum Penyelesaian Sengketa Konsumen, Penyelesaian Sengketa Melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia, Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum, Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial, Teknik Penyusunan Kontrak Bisnis, Pelatihan dan Sertifikasi Konsultan dan Ahli Kepabeanan, Pertambangan, Perpajakan, Perbankan, dan berbagai Diskusi Publik lainnya.
Acara Diskusi Publik ini melibatkan beberapa Pakar Hukum diantaranya Dr. Al Fitrah, S.H., M.H seorang Pakar Hukum Pidana dan Dosen disalah satu Universitas Negeri di Jakarta dan Universitas Swasta di Jakarta serta Jawa Barat, Andi Syafrani, S.H., MCCL., CLA seorang Praktisi Hukum dan Presiden DPP LIRA, Haris Azhar, S.H., M.H seorang Aktifis HAM serta Pendiri Lokataru.
Diantara pasal-pasal yang terkandung di UU Kejaksaan Direktur Keuangan IPRI Law Institute ini menyoroti Pasal 8B yang berbunyi “Dalam menjalankan tugas dan wewenang Jaksa dapat dilengkapi dengan senjata api dan sarana prasarana lainnya sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan”.
Menurut pendapatnya mengenai pasal 8B ini sangat berpeluang dapat menimbulkan arogansi serta rawan disalahgunakan, serta dianggap dapat memberikan imunitas (kebal hukum) yang berlebihan kepada seorang Jaksa yang sedang tersandung hukum, selain itu Kejaksaan juga menjadi powerfull dari institusi Aparat Penegak Hukum lainya seperti Kepolisian dan KPK, seharusnya pasal 8B ini dihapus/ditiadakan karena pasal tersebut tidak sesuai dengan prinsip penegakan hukum dan terkesan menguntungkan bagi Kejaksaan karena kewenangan terhadap pasal ini, dan suatu peraturan perundangan-undangan lebih mengedepankan rasa keadilan dan keamanan bagi masyarakat dan bukan hanya pada institusi saja.
Pasal 8 ayat (5) yang berbunyi “Dalam melakukan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan terhadap Jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung”.
Menurutnya ini memberikan perlindungan bagi Kejaksaan yang berlebihan yang berpotensi untuk menutupi praktik-praktik yang bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku dan penyalahgunaan wewenang, apa bedanya dengan seorang Advokat apabila seorang Advokat tersebut tersandung masalah hukum, apakah aparet penegak hukum seperti KPK, Kepolisian dan Kejaksaan harus terlebih dahulu meminta izin kepada Ketua Umum Organisasi Advokat tersebut bernaung,.? tentunya tidak, karena didalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak ada ditemukan pasal yang menyatakan “Dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya, pemanggilan, pemeriksaan, pengeledahan, penangkapan dan penahanan terhadap Advokat harus izin terlebih dahulu kepada Ketua Umum Advokat.
Kita disini sepakat bahwa Jaksa dan Advokat adalah sebagai seorang penegak hukum, akan tetapi aturan dari kedua Undang-undang tersebut baik UU Jaksaan maupun UU Advokat sangatlah berbeda dimana terkesan salah satu UU tersebut sangat tidak tidak relevan untuk menciptakan Indonesia yang berkeadilan.
Dalam hal ini IPRI Law Institute akan terus mengawal kebijakan hukum di Indonesia agar rasa keadilan, demokrasi, supremasi hukum, dan kepentingan publik terlaksana dan tercipta dengan baik.
Didalam Diskusi Publik ini Dir. Keuangan IPRI Law Institute Muhamad Ali, S.H., M.H berharap sebagai terobosan untuk menciptakan hukum yang tidak tumpul keatas tajam ke bawah juga sebagai langkah awal untuk mereformasi sistem hukum yang dinilai tidak sejalan dengan supermasi hukum.(*)