Hariannet.co.id, Pandeglang – Sejumlah nelayan dan warga Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, mengadukan kekhawatiran mereka ke DPRD Banten terkait pencemaran laut akibat tumpahan batu bara dari tongkang TB Titan 27/BG Titan 14 yang kandas di perairan Selat Sunda sejak Desember 2024.
Tongkang milik PT Sinar Wijaya Energi (SWE) dan PT Trans Logistik Perkasa (TLP) itu mengangkut sekitar 7.000 metrik ton batu bara yang kini mencemari wilayah laut sekitar Pulau Popole, Desa Cigondang. Meski upaya pembersihan telah dilakukan dan sekitar 646 ton berhasil diangkat, mayoritas batu bara masih tercecer di laut dan pesisir. Selasa (13/05/25)
Para nelayan khawatir pencemaran ini mengganggu musim ikan yang segera tiba. “Kalau laut tercemar, kami susah cari ikan. Itu mata pencaharian kami,” kata Jajang, nelayan asal Labuan.
Satiri, nelayan lainnya, menambahkan bahwa keberadaan tumpukan batu bara dapat menurunkan hasil tangkapan karena ikan menjauh dari area tercemar. “Kalau laut masih kotor, ikan bisa kabur semua,” ujarnya.
Petugas penjaga Pulau Popole, Iman Faturohman, mengonfirmasi bahwa tumpahan batu bara merusak lingkungan sekitar pulau. Kawasan itu sebelumnya dijaga lewat pelestarian mangrove dan terumbu karang. “Sekarang rusak karena tumpahan itu. Pemilik tongkang harus bertanggung jawab,” tegasnya.
Perwakilan warga, Lembaga Peduli Lingkungan Hidup (LPLH) Banten, dan WALHI Nasional telah beraudiensi dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) agar perusahaan segera melakukan pembersihan menyeluruh. KLHK juga merekomendasikan rehabilitasi ekosistem sebagai langkah lanjutan.
Manajer Kampanye Polusi WALHI, Abdul Ghofar, menekankan pentingnya penerapan asas hukum lingkungan. “Polluters pay principle dan strict liability harus dijalankan. Perusahaan wajib bertanggung jawab penuh atas pencemaran dan kerusakan yang terjadi,” ujarnya.
Hingga kini, tongkang BG Titan 14 masih dalam proses pengapungan dan rencananya akan dipotong untuk kemudian limbah besinya dibawa ke industri peleburan oleh PT Teguh Abadisetiakawan.(Ali Hamzah)